Rabu, 24 November 2010

ANALISIS JURNAL

Analisis Jurnal

" Dampak Dari Liberalisasi Perdagangan Pertanian Indonesia-ChinaTerhadap Produksi Dan Ekspor Pertanian Di Indonesia "
( Suatu Penelitian Dengan Menggunakan Pendekatan Simulasi )

Pengarang

Tulus Tambunan
Fakultas Ekonomi
University of Trisakti

Januari 2010

Judul

Dampak Dari Liberalisasi Perdagangan Pertanian Indonesia-ChinaTerhadap Produksi Dan Ekspor Pertanian Di Indonesia

Latar Belakang

Pertanian merupakan suatu sektor yang sangat sensitif dan sangat mudah terpengaruh oleh banyak faktor. Pertanian juga merupakan sektor kunci bagi banyak penelitian mengenai kemiskinan di negara-negara terbelakang atau negara-negara sedang berkembang ( NSB ), termasuk Indonesia. Secara teori, kesepakatan liberalisai perdagangan untuk komoditas-komoditas pertanian antara China dan Indonesia atau ASEAN yang dikenal dengan sebutan Area Perdagangan Bebas (FTA) ASEAN-China pasti akan membawa sebuah dampak signifikan tidak hanya pada pertanian tetapi juga terhadap kemiskinan di Indonesia.
ASEAN-China FTA untuk pertanian dilakukan dalam suatu program yang disebut Program Panen Awal (EHP).

Masalah

Masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah mengenai dampak dari kesepakatan China dengan Indonesia di dalam konteks kesepakatan China-AFTA terhadap produksi dan ekspor pertanian Indonesia serta bagaimana daya saing pertanian Indonesia terhadap pertanian Indonesia.

Tujuan

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji kesepakatan ASEAN-China AFTA menguntungkan Indonesia, khususnya sektor pertanian.


Metodologi Penelitian

Dalam penelitian ini digunakan dua metode analisis. Pertama, untuk menganalisis daya saing perdagangan Indonesia dibandingkan China untuk komoditas-komoditas yang masuk di dalam EHP, dipakai dua indeks daya saing yang umum digunakan di dalam penelitian-penelitian perdagangan atau persaingan antar negara, yakni indeks revealed comparative advantage (RCA) dan indeks spesialisasi perdagangan (TSI).
Kedua, untuk menganalisis efek-efek dari liberalisasi perdagangan pertanian antara kedua negara tersebut terhadap produksi dan ekspor pertanian Indonesia, penelitian ini mengadopsi suatu pendekatan simulasi dengan menggunakan dua model penghitungan keseimbangan umum, yaitu Model Simulasi Kebijakan Perdagangan Pertanian (ATPSM) versi 3.1 (2006) dan Proyek Analisis Perdagangan Global (GTAP) versi 2005.

Hasil Penelitian

ATPSM
Model ini memberi estimasi-estimasi dari perubahan-perubahan dalam volume perdagangan-perdagangan, harga-harga dan indikator-indikator kesejahteraan yang berasosiasi dengan perubahan-perubahan dalam lingkungan kebijakan perdagangan.

GTAP
Bagian dari lahan pertanian yang terintegrasi di Indonesia sedikit lebih banyak dibandingkan lahan pertanian di China. Tetapi dalam hal produksi pertanian, China menunjukkan suatu kinerja yang bagus dengan akselerasi laju pertumbuhannya yang sudah dimulai sejak dekade 70-an.
Selama ini Indonesia sangat tergantung pada impor kedelai, tidak hanya karena produksi di dalam negeri selama ini tidak bisa mencukupi kebutuhan pasar domestik, tetapi juga kualitas dari kedelai Indonesia relatif buruk dibandingkan dengan beberapa negara penting penghasil kedelai, seperti Amerika Serikat (AS), yang merupakan negara terbesar bagi impor Indonesia untuk produk pertanian yang satu ini.

Kesimpulan

Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk memprediksi apakah Indonesia akan mendapatkan manfaat dari pelaksanaan China-AFTA, sebagai bagian penting dari kesepakatan kerjasama antara China dan negara-negara anggota ASEAN, khususnya perdagangan pertanian. Manfaat yang dimaksud dalam penelitina ini adalah peningkatan ekspor (atau ekspor net) dan produksi.
Berbagai permasalahan yang hingga saat ini dihadapi sektor pertanian di dalam negeri juga sudah diketahui umum seperti lahan pertanian sempit, harga input (seperti pupuk, benih dan pestisida) sering tidak stabil atau bahkan stoknya sering hilang di pasaran, harga output sering merugikan petani-petani yang membuat mereka tidak bersemangat/berkeinginan untuk meningkatkan produktivitas, keterbatasan tekhnologi (khususnya tidak ada kerjasama yang baik antara pertanian dan lembaga-lembaga pengembangan dan penelitian (litbang) dan perguruan-perguruan tinggi), pertanian masih dianak tirikan oleh perbankan dan lembaga-lembaga keuangan lainnya yang membuat petani sulit mendapatkan modal, keterbatasan infrastruktur, terutama yang menghubungi sentra-sentra produksi dengan pusat-pusat pasar, distorsi-distorsi di dalam proses distribusi, dan kebijakan-kebijakan ekonomi makro maupun meso (sektoral) yang tidak berpihak kepad apertanian.
Tanpa ada upaya-upaya yang serius dan konkrit, tidak hanya dari pemerintah tatpi juga dari swasta/masyarakat secara umum, untuk menghilangkan permasalahan-permasalahan tersebut di atas, pertanian Indonesia akan dirugikan di dalam perdagangan bebas, temasuk di dalam konteks China-AFTA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar